Sunday, October 16, 2011

PENCITRAAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DAN KPK





Begitu banyaknya kasus pelanggaran hukum yang terjadi di Indonesia, hingga kasus-kasus tersebut terbiasa terdengar ditelinga kita. Demikian pula kasus-kasus korupsi yang marak muncul dipermukaan. Wacana pemberantasan korupsi yang dijanjikan oleh para pemimpin bangsa pun belum terealisasikan secara holistik. Senjata utama pemerintah yang terletak pada Lembaga Penegak Hukum dan KPK belum pula mampu menjawab itu semua. Kesan yang ada malah banyak penegak hukum yang terlibat dalam kasus korupsi tersebut.

Pemberitaan  media yang fokus terhadap kasus Gayus dan penanganannya memang sangat membuat publik geram dan bosan akan kasus yang tidak kunjung usai. Penanganan yang terkesan lamban, berbelit-belit dan memakan banyak waktu membuat kepercayaan publik semakin menurun. Meskipun sudah sejak lama kepercayaan tersebut luntur oleh ketidak beresan beragam kasus yang ditangani penegak hukum Indonesia.
Rendahnya tingkat kepercaan publik terhadap penanganan kasus oleh penegak hukum menuntut solusi yang harus disegerakan. Peran “pahlawan pemberantas korupsi” yang harapannya hadir dan menyelesaikan segudang kasus korupsi yang mengakar di dalam kubu pemerintah itu sendiri pun belum mampu dijalankan oleh KPK. Hal ini di perparah oleh kasus Bibit-Chandra dalam Komisi Pemberantasan Korupsi ini.
Kinerja para penegak hukum yang tidak memuaskan menjadi faktor utama rendahnya tingkat kepercayaan publik. Kasus-kasus seperti penyuapan pihak kejaksaan, Cirus Niaga, Bank Century, Susno Duaji sampai Gayus menjadi catatan buruk tersendiri bagi penegak hukum bangsa ini. Pasalnya, bukan hanya proses penanganannya yang lamban, namun juga beberapa temuan mengindikasikan keterbibatan penegak hukum di dalamnya.
Posisi KPK sebagai lembaga otonom yang khusus menangani korupsi, harapannya memiliki andil lebih tinggi dibanding kepolisian dan kejaksaan. Sejarah kelam kejaksaan dan kepolisian terkait keterlibatan lembaga tersebut dalam kasus-kasus korupsi menjadi nalar tersendiri agar KPK-lah yang harus memutuskan rantai korupsi para petinggi bangsa. Kewenangan untuk menangani kasus-kasus korupsi dijamin oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Untuk itu KPK mempunyai hak dan wewenang untuk menyelesaikan kasus tersebut.
Ya, tidak dapat kita dipungkiri bersama juga bahwa Lembaga Penegak Hukum (kepolisian dan kejaksaan) merupakan lembaga bentukan Presiden. Dan ketika ada masalah di dalamnya, cara paling aman untuk mempertahankan kredibelitas seorang Kepala Negara adalah membenahinya, bukan malah melemparkan tanggungjawab mereka sepenuhnya pada KPK. Posisi Lembaga Penegak Hukum yang berada langsung dibawah garis kordinasi Presiden, menuntut peran-peran penting dalam penyelesaian kasus-kasus yang menjadi momok bangsa ini, korupsi.
Melihat realita dan tantangan yang ada, kedepannya bukan saling tarik-ulur tanggungjawab dan wewenang antara lembaga penegak hukum dan KPK, namun sebuah kerjasama “apik” dan terstruktur  yang harapannya akan mereka munculkan. Sinergi yang dapat menjawab semua tantangan kasus-kasus korupsi bangsa ini. Sehingga pada akhirnya pencitraan perbaikan hukum akan dibawa oleh lembaga penegak hukum dan KPK. Hal ini didasarkan pada peran-peran strategis masyarakat dalam menyelesaikan kasus-kasus korupsi hanya dapat dijalankan dengan baik ketika kepercayaan terhadap para penegak hukum ini muncul. Untuk itulah pencitaan perbaikan hukum harus secepatnya dibangun oleh Lembaga Penegak Hukum dan  KPK.

0 komentar:

Post a Comment