Wednesday, April 29, 2020

AGNI, THE FULLRED BETTA

Semuanya bermula diawal Maret, sesaat sebelum pandemi Covid-19 melanda negeri ini. TK Pelita Kencana, tempat Mecca bermain dan belajar, mengadakan persiapan Hari Anak Nasional (HAN). Puncaknya akan diisi dengan lomba antar sekolah TK, mungkin sekabupaten. Maka aktivitas difokuskan untuk memeriahkan event tersebut. Sejumlah lomba yang sudah disiapkan panitia di follow-up dengan memilih peserta yang akan mewakili Pelita Kencana, sudahlah tentu yang banyak terekrut adalah kelas C sedangkan kelas A seperti Mecca dialihkan keaktivitas lain.
Selagi para atlet (jyah atlet 💪) latihan intensif, Mecca dan kawan-kawan kelas A dialihkan untuk mengikuti kegiatan Games di lapangan terbuka hijau, lapangan milik perumahan yang letaknya persisi diutara sekolah Mecca. Banyak kegiatan yang dilakukan disana, salah satunya adalah lomba menangkap ikan. Seperti kebiasaan disana saat kegiatan berlangsung ada dokumentasi yang update masuk ke WAG wali murid. Foto Mecca yang sedang bahagia bermain air sambil takut-takut nangkap ikanpun istriku kirimkan (karena istri yang ikut WAG, mayoritas ibu-ibu cuy👭). Maka sebelum pulang akupun tahu, akan ada gadis kecil yang bercerita mengenai air, ikan, dan kawan-kawannya.

Belumlah sempat aku parkir motor dengan benar, pintu sudah terbuka dan kedua bocil lari, ya tentu mereka, Mecca dan Syam👫. Sang kakak ingin memuntahkan semua kegiatan dan pengalaman yang dia dapat hari ini dan si adik, copy cat, juga ikut-ikutan ceriwis gak jelas (anak dua tahun yang kalau mau ngucap kalimat mesti tarik napas panjang dulu👶). Dari pengakuannya Mecca bisa menangkap lima ekor ikan mas di ember saat games tadi namun ibu gurunya hanya membawakannya 2 ikan besar dan kecil yang kuyakini karena mempertimbangkan Syam, takut iri. Ember item yang tadinya dipakai buat tempat cucian kotorpun berubah jadi akuarium. Sore berganti malam, malam berubah pagi dan esoknya si ikan mas besar (kecil sih, namun agak lebih besar dari satunya) terapung kaku dengan perut menghadap ke atas. Yassalam.. dugaanku sih gegara dia mabok kemarin dimainin sama anak-anak dan disini nutrinya kurang. Namun anak-anak masih saja antusias dengan si ikan dan memamerkannya pada kawan-kawan kompleks perumahan. Dua hari kemudian nasib si ikan kecil berujung pada jasadnya yang dibuang ke sungai kecil disamping rumah. Namun karena kulihat anak-anak menyukai hewan peliharaan dan memang itu baik untuk perkembangan psikologis mereka maka diputuskan akan ada pengganti si ikan emas tadi dan itu tetap ikan. Kenapa harus ikan? Sempat beberapa opsi ada seperti kelinci, hamster, atau burung namun ada alasan bulu, kabteri, bau dan lainnya yang dilontarkan ibu anak-anak dan (selalu💫) mematahkan pilihan.

Kamis, pergilah aku ke dinas perikanan purbalingga, sudah lima tahun aku tinggil di Purbalingga dan hanya lewat saja sambing nengok melihat aktivitas para pedagang dipasar ikan. Banyak ceritajuga mengenai “perikanan” yang menjual aneka ikan konsumsi dan ikan hias, apa lagi kalau Rabu dan Sabtu yang menjadi “pasaran” disana. Sengaja aku hindari “pasaran” tersebut da mengambil hari yang cukup kondusif untuk bisa memilih ikan dengan leluasa. Sedari rumah sudah diputuskan ikan apa yang akan dibeli, cupang, ya cupang. Dari pengalaman observasiku mengenai ikan ini, minimal sudah ada saudara dan tetangga yang memeliharanya. Simple sih, cukup botol bekas UC 1000 🙈saja sudah cukup untuk ikan ini hidup. Ya itulah yang kucari, ikan yang bandel karena tidak perlu mengeluarkan extra force untuk membeli aquarium , pompa dan perlengkapan lainnya. Disana langsung menuju ikan hias dan bertanya, “enten cupang pak?” beliau memperlihatkan rak kedua yang berisi botol-botol terpisah berisi cupang. Ikan agresif ini memang tidak bisa dicampur karena langsung berkelahi bak ayam aduan, pantaslah kalau di Upin-Ipin orang melayu menyebutnya ikan Laga.

0 komentar:

Post a Comment