Sunday, July 12, 2020

BEASISWA KOREA #12: BEBAS TB (KOICA SCHOLARSHIP)


kali ini kita akan berkisah mengenai perburuan Surat bebas TB. bagi yang akan apply visa pasti gak bakalan asing dengan berbagai macam permintaan dan persyaratannya. Salah satunya adalah Certificate of Health. Silahkan saja main ke web.

Denger-denger dari senior sesama PNS yang mau tugas belajar wajib memiliki paspor dinas (paspor biru) dan juga surat dari Setneg yang nantinya diperlukan buat penyesuaian ijazah. Dari Koica sendiri mendorong kami untuk mengurus paspor biru terlebih dahulu baru kiejar visa . Katanya untuk keperluan penyesuaian ijazah nantinya, tapi ada juga yang berangkat pake paspor ijo, entahlah, yang pasti alur dari Koica dna titah bu Yulia akan jadi panduan. Prosedur bikin paspor dinas ya tentunya lumayan ribet dan lama.


Setelah mendapatkan Invitation Letter dari KOICA Indonesia, pertama, langsung digunakan untuk mengurus berkas Tugas Belajar di BKD, kedua, mengurus paspor biru via Setda. Di postingan ini bakal lebih di fokuskan ke salah satu berkas yang dipersyaratkan, yaitu Sertifikat Bebas TB. Ok akan lebih afdzol kalau kita langsung merujuk pada web kedubes Korea mengenai pengumuman sertifikat bebas TB ini (http://overseas.mofa.go.kr/id-id/brd/m_2710/view.do?seq=748805&srchFr=&srchTo=&srchWord=&srchTp=&multi_itm_seq=0&itm_seq_1=0&itm_seq_2=0&company_cd=&company_nm=&page=1). \

Dari sana hanya ada beberapa rumah saklit, 12 tepatnya yang dirujuk untuk bisa mengeluarkan sertifikat bebeas TB sebagai syarat penerbitas visa Korea. Ya seperti biasa beruntunglah mereka yang tinggal di Kota-Kota besar, di Pulau jawa ada Jakarta, Bandung, Jogja, Surabaya. Berharap mendapatkan keringanan ( bisa pakai rumah sakit Margono), ku kontak Bu Yulia, namun keberuntungan memang tidak bisa diciptakan. Beliau memberikan pengertian, "Pihak Kedubes bisa saja menerima namun alangkah lebih baiknya jika bapak konfirmasi dulu, ini nomornya 021-3950-4000" jawab beliau dengan sabar. Pasca kontak pihak visa Korea, beliau menjelaskan bahwa hanya ada 12 rumah sakit rujukan dan tidak ada perubahan meskipun dalam masa pandemi Covid-19. Fix Jogja. 




Kali ini kita akan berkisah mengenai PERJALANAN MENCARI SERTIFIKAT TB KE NEGERI NGAYOGYOKARTO. Jogja bukan tanah yang asing, dimana dulu aku menghabiskan 3 tahun 8 bulan menempuh pendididkan sarjanu disana. Nyaman, ya kota istimewa ini selalu punya alasan untukku mengunjunginya. Kali ini, RSUP Sarjito tujuannya. Bertolak dari Purbalingga pukul 06.15, sampai di parkiran Sarjito kulihat tertera tulisan "09.16" di struk parkiran. Tiga jam bukan catatan waktu yang buruk untuk sepeda motor dibawah 120 cc melaju dengan top speed 95 - 100 km/jam di jalur pantau selatan. Jangan lupa bagi yang mau ngurus sertifikat bebas TB atau GCU lainnya, pilihlah parkiran didekat pintu keluar (Food Center Sarjito) agar gak kejauhan cari-cari atau tanya-tanya orang.  


Setelah melewati pintu masuk dan melewati screening covid (tentunya) kita akan menemukan help desk ditengah gedung dan ambillah sisi kanan help desk untuk mengdapatkan fasilitas eskalator (lift tidak disarankan karena pada masa pandemi kerumunan itu potensial). Tengan GCU ada di lantai 4 jadi kamu bakal puas dengan pengalaman naik eskalator.


Setibanya dilantai empat, kalian bakal disambut dengan dengan plang yang memberikan tanda bahwa GCU ada disebelah kiri kalian. Langsung aja ikuti panah tersebut.


Belok kiri dan kemudian ruang GCU akan ada setelah belok kanan sebelum lift. kalaulah tidak ada pandemi makan naik lift dari lantai bawah akan sangat efektif. Ruang GCU terlihat bersih dan sepi dari luar bila dibandingkan dengan poli klink lainnya (disampingnya ada poli mata). Ekslusif seakan memasuki lobi hotel. "Benar-benar Rumah sakit kelas nasional" ujarku dalam hati.



Registrasi dan melengkapi berkas selesai dengan cepat. DIsana dijelaskan bahwa akan memakan proses 3 hari. hari ini Jum'at akan ada tes PPD dan X-Ray. Disambung Sabtu mengumpulkan dahak, TBA 1 & 2. Kemudian Senin konsul dokter dan penerbitan sertifikat. Sambil menunggu giliran saya bertemud engan Pak habibi dari Dirjen Kebudayaan kemendikbud dan mba Fatin dari alumni Batan yang juga akan melakukan tes TB untuk visa Korea. Bedanya mereka menggunakan KGSP atau GKS sebagai penyedia beasiswa. Satu persatu kami dipanggil keruangan, dan aku yakin akan ada suntikan disana. Ya seperti yang sudah dijadikan prosedur dalam pembuatan sertidikat bebas TB di Sarjito. Mereka menggunakan semua metode yang ada untuk indikasi bebas TB mulai dari X-Ray Thorax, TAB, dan PPD. Untuk Thorax sudah biasa dilakukan dan sudah dialami juga pas MCU, jadi gak ada yang istimewa. Untuk PPD kami diberikan dua botol yang bertuliskan "I" untuk dahak sebelum tidur dan "II" untuk setelah bangun tidur.Kemudian Tes Mantox, PPD yang jadi pamungkasnya. SUNTIK nih...



Selesai mendapatkan semua tindakan tersebut,kami diarahkan ke tengah lantai 4 dan meneui kasir mandiri guna membayar biaya. Cuma yang Rp 226.000. Iya itu cuma buat X-Ray dan TBA doang.. Mantox nanti saat akhir proses bareng konsul dokter. Dikasir mandiri tidak ada antrian jadi pelayanan langsung. 


Tidka ingin membuang waktu, menuruni eskalator tes berikutnya dihari pertama ini adalah tes X-Ray diruang radiologi bawah sayap kiri. Sehabis menurusi tiga eskalator. Kita akan belok kiri dan menemukan ruang radiologi dengan tanda panah yang jelas ter tulis. Kalau ragu tanya saja dengan help desk dipusat lantai tersebut.



Seperti biasa untuk pria X-Ray hanya perlu melepas baju atas dan memastikan tidka ada kandungan logam dalam celana. Cuma yang agak beda disarjito perawatnya single fighter dan emak-amak pula. Ditambah lagi disarjito tidak mewajibkan telanjang dada, jadi waktu itu masih boleh pakai baju daleman. Untunglah kulit tipis tak berlemakku ini tidak menyentuh logam mesin X-Ray yang dingin itu. Coba sih kalau kalian X-Ray terus kulit nempel mesinnya. UADEM...




Tidak membutuhkan banyak waktu 10.30 serangkaian tes hari ini kelar dan aku bisa keluar Sarjito. Namun sambil mengisi waktu sebelum jum'atan, pengen dong melihat dimana Lab 24 jam dimana besok harus kukumpulkan dahak. Sesuai instruksi dari petugas di Radiologi saat kutanya soal lab tersebut. beliau menjelaskan bahwa saya hanya harus turu lift 1 lantai dan ngikuti jalan. AKu yakin tidka akan sesimple yang beliau katakan. Secara beliau kerja disini jadi clue seperti itu cukup, tapi bagi orang awam? 


Nih kita turun  1 lantai menggunakan lift disisi kanan gedung. Iya benar, instruksi pertama beres. Keluar lift akan ada panah petunjuk dan kemudian kita akan disambut lorong. Ini kaya under pass deh..

keluar lift kita akan menemukan secercah cahaya dan plang tentunya. Sempat lama berderi menatap plank dengan banyaknya tanda panah dan tulisan disana. Mata tentunya fokus mencari lab 24 jam. Tidak ada dikanan, tak nampak dikiri, dan gak nemu di tanda panah atas. Ternyata pojok perempatan itu lah lokasi lab. Nih 




Ok fix kita udah nemu dan kita bisa beranjak dari Sarjito. Kalau ke jogja sendirian, pasti mampir dong di kost alamanda, samping FT UNY dijalan itu memang dulu tempat kos tapi sudah berbeda karena renovasi dan sekarang kos diperuntukkan buat cewek tapi ada yang tidak berubah di alamanda. Iya, ada Ardy Hudatama, tetangga kos (beda gang) aygn masih setia dengan Jogja. ya kami teman sekelas, satu organisasi dan tidak suka mengganggu privasi. Diapun terbuka dengan setiap kehadiran kawan-kawannya (menurutku) asal mengikuti rule dan batasan yang dia punya (dimana bumi dipijak disana langit dijunjung itu sih.

Cerita soal kondisi kami dan kawa-kawan satu kelas menjadi menu wajib yang selalu ada ditengah kami. KEmudian dia juga berusaha mencerna kisah-kisahku mengenai pelatihaan di New Zealand, gagal ke India, dan beasiswa Koreaku ini. AKu tahu ini bukan wilayah ayng dia tertarik didalamnya tapi dia berusaha senyum menikmati obrolan. Tak terasa 22.00 terlampaui dan dia melihat mataku yang sayu setelah perjalanana rajusan kilometer. Sebelum tidur bukukan botol pertama dan berusaha dahak dikamar mandi. Lama prosesnya, selesai dia tertawa mendengar suara orang yang dipaksa dahak. Iya lah susah orang gak batuk disuruh dahak. Paginya proses lebih lancar dan botol kedua didapatkan. Ya 07.30 dimana diperkirakan sudah ada orang dilab aku pamitan. Sesampainya di lab langsung kukumpulkan botol-botol tersebut dan kulaju motorku pulang. Dan benar belum dzuhur sudah kembali bisa bermain dengan anakdi rumah.

Senin pagi kusempatkan presensi kantor kemudian jam 06.10 ,melaju lagike Sarjito. bedanya senin ini sudah janjian dengan Pak kahrisma, salah satu penerimabesaiswa juga dari BKD Pemprov Jateng. Berasal dari daerah yang sama dan dari instansi yang sama, kami selama ini selalu saling bertukar kabar mengenai info atau sekedar progres kami masing-masing. Jam 09.00 sampai Sarjito beliau selesai dengan serangkaian tes, sedangkan saya harus menunggu sampai jam10 untuk bertemu dokter paru. Sayangnya hsil lab dahak (kebentuk sabtu minggu) jdai baru bisa keluar ba'da dzuhur. Proses penerbitan sertifikat berakhir jam 14.10 dan kembali pulang ke kantor tepat 17.30 bisa presensi pulang. Akhir adzan magrib membersamaiku memasuki rumah. Alhamdulillah.

Lokasi: Yogyakarta, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia

0 komentar:

Post a Comment